Ukiran merupakan tradisi, budaya masyarakat Jepara yang
sekaligus dijadikan sebagai mata pencaharian. Sebagai satu-satunya kota yang
mendapat julukan 'Kota Ukir' serta 'The Carving City', Jepara punya kawasan
yang dijadikan sebagai sentra produk ukiran dan furniture. Adalah desa
Mulyoharjo, yang hampir seluruh masyarakatnya menjalankan usaha mebel. Yang
termasuk produk ukiran serta pahat dari Jepara adalah, semua yang meliputi
ukiran maupun pahat patung yang material utamanya adalah kayu.
Hal ini berkaitan dengan legenda yang masih simpang siur
kebenarannya. Diceritakan pada jaman dahulu, bahwa terdapat seorang ahli pahat
yang tinggal di kerajaan. Sang Raja yang tertarik dengan kepiawaian pemahat
tersebut pun menginginkan permaisurinya untuk di pahat pada sebatang kayu.
Ketika pemahat mewarnai rambut patung permaisuri Raja, tercecerlah cat hitam
tersebut hingga sampai ke area paha, yang menyebabkannya terlihat seperti tahi
lalat. Raja murka dan menuduh pemahat telah melihat secara langsung tubuh
permaisurinya. Maka di hukumlah si pemahat tersebut dengan cara di terbangkan
tubuhnya beserta peralatan memahatnya pada layang-layang besar. Konon katanya
peralatan memahat milik ahli pahat tersebut jatuh di kota Jepara, maka tak
heran apabila sebagian besar masyarakat Jepara ahli dalam hal mengukir.
Terlepas dari benar atau tidaknya legenda tersebut, seniukir dan furniture kini telah berkembang luas dan menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat Jepara, bahkan menjadi penghasilan utama masyarakat lokal. Terkait
pengembangan sumber daya manusia agar tidak terus-terusan menjadi budak dari
kolonialisme, maka di bangunlah Sekolah khusus mengukir, serta berbagai
penyuluhan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Berkenaan untuk peningkatan
kualitas serta membuka peluang bagi pengrajin dan pengusaha Jepara agar lebih
jeli dalam membaca peluang.
Ukiran Jepara memiliki ciri khas yang membedakannya dengan
produk ukiran dari daerah lain, secara fisik bisa dilihat dari motif ukirannya.
Motif paling umum yang membedakan antara ukiran Jepara dengan lainnya adalah
motif Ujung Relung dimana daunnya seperti kipas yang sedang terbuka yang pada
ujung daun tersebut meruncing. Dan juga ada buah tiga atau empat biji keluar
dari pangkal daun. Selain itu,tangkai relungnya memutar dengan gaya memanjang
dan menjalar membentuk cabang-cabang kecil yang mengisi ruang atau memperindah.
Ciri-ciri khas diatas sudah cukup mewakili sebagai identitas ukiran Jepara. Bentuk motif ukiran tersebut ada juga yang oleh para ahli pahat
disisipkan di berbagai alat rumah tangga seperti contoh di kursi atau meja yang
diberikan ukiran khas Jepara,juga yang lain misal figura foto yang diberi khas Jepara dengan ukiran.
Peningkatan kualitas produk dan pengawasan mutu memang
menjadi obsesi Jepara dalam memasuki pasar internasional, yang bertujuan untuk
meningkatkan kepercayaan luar negri terhadap produk industri Jepara.
Jepara yang dikenal sebagai penghasil meubel terbesar di Indonesia pada tanggal 17 Juli 2010 telah memecahkan rekor Indonesia dalam kegiatan
mengukir kayu secara bersama-sama dalam satu tempat yang menghadirkan 502 orang
, sehingga MURI mencatatkan kabupaten ”Bumi Kartini” ini dalam buku rekornya
yang ke 4391. Piagam atau sertifikat MURI tersebut di serahkan Kepala Museum
Rekor Indonesia yang di wakili Ariyani Siregar (Deputy Manager) kepada Bupati
Jepara Drs. Hendro Martojo,MM di alon-alon Jepara bersamaan di gelarnya lomba
mengukir dalam rangka memperingati Hari Jadi Kabupaten Jepara. Sumber:
Kebudayaan Indonesia.